Rabu, 21 Desember 2011

Merindukan Kerajaan Nusantara Abad-21

Indonesia dulu pernah jaya dan disegani oleh dunia, ketika itu diwakili oleh Kerajaan Sriwijaya pada abad ke-7 dan Majapahit pada abad ke-14. Pada masa jayanya kerajaan Sriwijaya menguasai seluruh Sumatera, sebagian Jawa, bahkan hingga semenanjung Melayu. Jalur perdagangannya jauh menyeberangi lautan hingga ke negeri Cina dan India serta Sri Lanka. Oleh karena itu Kerajaan Sriwijaya dapat dikatakan sebagai kerajaan maritim pertama di Nusantara (lihat om Wiki disini). Serbuan kerajaan Colamandala dari India menghancurkan jalur perdagangan sekaligus meruntuhkan masa jaya kerajaan ini pada abad ke-12.

Tujuh abad kemudian giliran Kerajaan Majapahit, dengan patihnya Gadjah Mada yang terkenal dengan Sumpah Palapa, bergantian menguasai Nusantara dan wilayah sekitarnya. Cakupan wilayah Majapahit jauh lebih besar daripada Sriwijaya, meliputi hampir seluruh wilayah Indonesia sekarang, kecuali Padjadjaran, bahkan hingga semenanjung Melayu dan sebagian Philipina sekarang. Walaupun menguasai seluruh Nusantara, namun kerajaan Majapahit juga dikenal sebagai negara agraris yang menyiapkan lumbung-lumbung padi bagi logistik tentara maupun masyarakatnya (lihat Wiki disini). Rajanya yang terkenal adalah Hayam Wuruk, yang bersama Gadjah Mada memulai ekspansi ke seluruh wilayah Nusantara dan sekitarnya. Namun perang saudara melemahkan kerajaan tersebut hingga runtuh pada abad ke-15 di kala kekuasaan kerajaan Islam mulai tumbuh di seantero Nusantara. Kerajaan Mataram pada masa Sultan Agung juga berupaya untuk mengembalikan kejayaan Majapahit, namun keburu gagal karena Belanda sudah terlanjur masuk ke Nusantara.

Bila diperhatikan, siklus kedua kerajaan besar itu berlangsung dalam tujuh abad sekali. Saat ini sudah tujuh abad berlalu dari masa jaya Kerajaan Majapahit, namun belum tampak tanda-tanda ke arah kejayaan bangsa di Nusantara. Demokrasi yang telah dibangun selama ini ternyata belum mampu meningkatkan kesejahteraan bagi masyarakat. Bandul kesejahteraan masih bergoyang pada kelompok-kelompok tertentu yang dekat dengan kekuasaan atau memang berusaha mandiri tanpa tergantung pemerintah. Sementara di sisi lain kondisi masyarakat masih memrihatinkan dan belum mentas, malah cenderung semakin membesar, walaupun data BPS mengatakan sebaliknya.

Di negara-negara timur, kharisma atau ketokohan masih ikut menentukan hidup matinya suatu bangsa. Negara-negara berbasis kerajaan hidupnya relatif tenang dan agak sedikit makmur karena masih ada raja yang dihormati rakyat, bisa dilihat pada Kerajaan Jepang, Thailang, Brunai, Saudi, dan Kerajaan Federal Malaysia. Walaupun ada pergolakan, namun ketika sang raja turun tangan, situasi menjadi reda seperti kejadian di Thailand. Demikian pula negara-negara berbasis semi kerajaan seperti Singapura, Cina, Vietnam, perlahan namun pasti merangkak maju ke depan. Namun ketika negeri yang benar-benar menerapkan demokrasi secara utuh, ketika sang tokoh yang dicintai tidak ada lagi, pergolakan seolah terjadi hampir setiap periode tertentu. Lihat di India, Pakistan, Philipina, Libanon, Suriah, cenderung kekerasan lebih mengemuka daripada musyawarah. Indonesia masih lumayan, tidak sampai terjadi kekerasan, namun pergolakan seolah tiada habisnya. Hanya Korsel dan Taiwan mungkin yang tidak terlalu kedengaran dan relatif lebih makmur dari yang lain. Rasanya lelah sudah berdemokrasi bila rakyat dan pemerintahnya belum menjadi dewasa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar